Pages

Tampilkan postingan dengan label MITOLOGI GARUDA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MITOLOGI GARUDA. Tampilkan semua postingan

Senin, 16 November 2015

MITOLOGI GARUDA



MAKALAH
MITOLOGI GARUDA



KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang amat berkat dan maha tinggi, sholawat dan salam tujukan kepada Nabi-Nabi, Rasul-Rasul khusunya kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dan keluarga, sahabat-sahabat, pengikut-pengikut seterusnya kepada siapa saja yang menyerukan ajaran-ajaran-Nya sampai hari kiamat nanti.

Kami selaku penyusun makalah ini sangat menyadari bahwa banyak sekali kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu kami harapkan saran dan kritik kepada pembaca demi terwujudnya kesempurnaan makalah ini.

Wahai Tuhan kami, kepada Engkaulah kami berserah diri dan meminta pertolongan dan kepada Engkau juga penyudahan.

Sindangkerta, November


Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Sejarah Patung Garuda
Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (Garuda Wisnu Kencana Cultural Park), disingkat GWK, adalah sebuah taman wisata di bagian selatan pulau Bali. Taman wisata ini terletak di tanjung Nusa Dua, Kabupaten Badung, kira-kira 40 kilometer di sebelah selatan Denpasar, ibu kota provinsi Bali. Di areal taman budaya ini, direncanakan akan didirikan sebuah landmark atau maskot Bali, yakni patung berukuran raksasa Dewa Wisnu yang sedang menunggangi tunggangannya, Garuda, setinggi 12 meter.
Area Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana berada di ketinggian 146 meter di atas permukaan tanah atau 263 meter di atas permukaan laut. Patung ini nantinya setelah selesai akan menjadi patung terbesar dunia dengan tinggi 75 meter dan lebar 60 meter dan akan mengalahkan patung liberty. GWK ini merupakan mahakarya dari seniman Bali I Nyoman Nuarta yang berada di daerah Bali Selatan tepatnya di bukit Unggasan. Area Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana berada di ketinggian 146 meter di atas permukaan tanah atau 263 meter di atas permukaan laut.
i kawasan itu terdapat juga Patung Garuda yang tepat di belakang Plaza Wisnu adalah Garuda Plaza di mana patung setinggi 18 meter Garuda ditempatkan sementara. Pada saat ini, Garuda Plaza menjadi titik fokus dari sebuah lorong besar pilar berukir batu kapur yang mencakup lebih dari 4000 meter persegi luas ruang terbuka yaitu Lotus Pond. Pilar-pilar batu kapur kolosal dan monumental patung Lotus Pond Garuda membuat ruang yang sangat eksotis. Dengan kapasitas ruangan yang mampu menampung hingga 7000 orang, Lotus Pond telah mendapatkan reputasi yang baik sebagai tempat sempurna untuk mengadakan acara besar dan internasional.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Mitologi tentang Garuda
Pilihan burung Garuda sebagai lambang Negara adalah penemuan yang cemerlang karena sudah sejak dahulu kala menghiasi kebudayaan bangsa Indonesia. Burung Garuda telah menghiasi ceritra –ceritra rakyat di berbagai daerah, juga dipergunakan dalam berbagai karya sastra. Bahkan burung Garuda pernah dijadikan lambang kerajaan beberapa abad silam. Dalam PP No.44/1958 tentang Panji dan Lambang Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara secara tegas menyatakan bahwa burung Garuda adalah burung mithos yang bersifat kedewaan. Sebenarnya ceritra tentang Garuda sudah ada dalam ceritra Mahabrata.
1.      Mitologi Garuda dalam Mahabharata
Garuda sudah termuat dalam kitab tua Mahabrata, yaitu ditulis ulang pada masa pemerintahan Dharmawangsa (991-1007) dari kerajaan Mataram. Kisah Garuda terdapat pada kitab pertama yang bernama Adiparwa.
Tersebutlah seorang raja sakti bernama Bhagawan Kasyapa, mempunyai dua orang istri yang bernama Kadru yang meminta 100 anak dan Winata yang meminta 2 anak. Kemudian Kadru diberi telur 100 dan Winata 2. Setelah beberapa lama telur Kadru menetas dan lahir berupa naga, seperti Naga Basuki, Anantabhoga, Tatsaka, dll. Lain halnya dengan Winata telurnya tidak menetas, sehingga diambil satu kemudian dipukul. Didalamnya ternyata ada seorang anak yang diberi nama Aruna, tetapi tak lama kemudian ia mati. Anak itu mengutuk ibinya, bahwa ibunya akan menjadi budak Kadru dan akan dibebaskan oleh adiknya, Garuda.
Pada suatu hari, Kadru dan Winata bertaruh tentang warna ekor dari seekor kuda putih. Menurut Kadru,warna ekor kuda itu hitam, sedangkan menurut Winata, putih. Ternyata warna ekor kuda itu memang putih, sehingga Kadru menyuruh anaknya untuk menyembur ekor kuda itu menjadi hitam. Akhirnya Winata kalah dan menjadi budak Kadru. Sementara itu Garuda lahir, dan ia langsung mencari ibunya. Atas petunjuk Dewa, ia sampai di tempat ibunya. Akan tetapi naga-naga yang menjaga ibunya meminta tebusan “Air Amerta yang disimpan di Pulau Sangkha Dwipa” untuk bisa membebaskannya. Kemudian ibunya berpesan : pergilah engkau ke sebuah pulau di tanah kusa, tempat orang-orang jahat (Nasadha), makanlah mereka sebagai bekalmu”.
Setelah itu, ia langsung menuju ke pulau di tanah kusa. Garuda sangat kesulitan untuk mengambil Air Amerta tersebut karena dijaga ketat. Namun dengan ketangkasannya, akhirnya ia berhasil mengambil kendi kamandalu yang berisi Air Amerta. Dan kendi tersebut langsung diserahkan kepada naga-naga tersebut. Akan tetapi Garuda sempat berpesan kepada para naga agar mereka mandi dulu sebelum minum Air Amerta. Mereka pun cepat-cepat masuk kedalam air sehingga mereka lupa menjaga kendi. Setelah kembali, ternyata kendi itu sudah tidak ada lagi. Yang tertinggal hanya beberapa helai daun lalang bekas pengikat kendi. Saking kesalnya, daun lalang tersebut mereka jilati sehingga lidah mereka tersayat. Konon itulah sebabnya, lidah ular bercabang dua.
Pada perjalanannya pulang, Garuda bersua dengan Batara Wisnu yang memintanya untuk menjadi kendaraan dan lambang pada benderanya. Garuda pun langsung menerimanya. Sejak itulah Garuda menjadi kendaraan Batara Wisnu dan lambang pada benderanya.
2.      Mitologi Garuda dalam Ceritra Dewi Sri
Di sebuah negeri, Purwacarita, ada seorang raja bernama Prabu Sri Mahapunggung. Ia mempunyai dua orang anak yang bernama Dewi Sri dan Raden Sadana. Mereka adalah cucu dari Batara Wisnu. Batara Wisnu memelihara seekor Garuda yang di beri nama Garuda Winanteya. Setelah anaknya menginjak dewasa, raja ingin mengawinkan Raden Sadana dengan Dewi Panitra. Tetapi putranya menolak dengan tegas. Akibatnya Raden Sadana diam-diam lari dari istana, hal ini mengejutkan rakyat Purwacarita. Dewi Sri memutuskan untuk menyusul adiknya.
Saat bersamaan, datang utusan Raja Raksasa Ditya Pulaswa dari negeri Medangkumuwung hendak meminang Dewi Sri untuk dijodohkan dengan rajanya. Raja Mahapunngung mengatakan sebenarnya, dan bila dapat menemukan anaknya ia bersedia menjodohkannya. Utusan Ditya Kaladru merasa yakin dapat menemukan Dewi Sri. Dalam perjalanan menuju Desa Tulyam, Dewi Sri menjumpai sesosok mayat yang dikira adiknya sehingga ia pingsan. Ternyata mayat itu adalah Buyut Wedana, adik Buyut Bawada. Mereka kemudian menuju desa Medangwangi. Disana mereka diserang oleh rombongan Ditya Kaladru, namun Dewi Sri dapat menyelamatkan diri bersama Ken Patani ke desa Medangwantu. Di desa ini terjadi perang antara pengikut Ditya Kaladru dengan Buyut Wengkeng.
Rombongan Kalandaru ditolong oleh burung Wilmuka. Burung Wilmuka menyarankan agar rombongan Kalandaru kembali ke Medangkumuwung menghadap raja, dan pencarian Dewi Sri dilanjutkan oleh burung Wilmuka. Akhirnya Dewi Sri ditemukan. Dia disambar dan dibawa terbang. Dewi Sri menangis meminta pertolongan, dan didengar oleh Garuda Winanteya. Dilihatnya seekor burung raksasa yang membawa Dewi Sri. Dengan paruhnya yang kuat, burung raksasa itu dipatuk sehingga Dewi Sri terlepas jatuh ke tanah sehingga badannya hancur. Namun, atas kehendak Sang Hyang Narada, jasad Dewi Sri disiram dengan tirta amerta sehingga pulih kembali. Dewi Sri mengucapkan terimakasih kepada Garuda Winanteya dan atas kehendak Sang Hyang Narada, Dewi Sri dipertemukan dengan adiknya. Atas jasanya tersebut, Dewi Sri memberi hadiah berupa anting-anting sedangkan adiknya memberi hadiah berupa jambang, dan ketika dipakai, Garuda Winanteya tampak gagah sekali. Dewi Sri akhirnya menjadi lambang Dewi Pangan yang menyebarkan rejeki kepada setiap umat manusia, sedangkan Raden Sedana menjadi Sang Hyang Sedana yang menyebarkan kebahagiaan.
3.      Mitologi Garuda dalam Kaba Rambun Pamenan
Di sebuah negeri bernama Kampungdalam, memerintah seorang bangsawan bergelar Datuk Tumanngung. Istrinya bernama Puti Lindung Bulan yang sangat cantik. Raja mempunyai dua orang anak yaitu Reno Pinang dan Rambun Pameran. Suatu hari Datuk Tumanggung sakit yang akhirnya meninggal. Rakyat merasa sangat sedih akan hal tersebut. Berita kematian Datuk Tumanggung sampai ke raja ganas yang bernama Hangek Garang dari negeri Cerminterus. Raja Hangek Garang ingin mengawini Puti Lindung Bulan. Disipakannya pasukan untuk menjemput Puti Lindung Bulan. Puti Lindung Bulan sangat terkejut sehingga tubuhnya gemetar dan terpaksa menurutiperintah raja kejam itu. Setiba di Cerminterus, Puti Lindung Bulan ditempatkan di dalam istana yang indah. Bila malam tiba, datanglah Hangek Garang merayunya, namun Puti Lindung Bulan tetap meolaknya sehingga raja marah dan membawa putri itu ke penjara dekat kandang babi. Puti Lindung Bulah hidup sangat menderita di penjara. Suatu hari ia menulis surat kepada kedua anaknya.surat itu digulung kecil dan di dalamnya diselipkan cincin, lalu dilempar keluar dan surat itu diantarkan oleh seekor Elang Bangkeh kepada anak Puti Lindung Bulan ke Kampungdalam.
Suatu hari Raden Pamenan ingin memukat di Puncak Gunung Lenggo. Karena merasa lelah dan lapar, ia duduk bersandar di bawah pohon beringin. Terdengar suara elang, yang merupakan Elang Bangkeh yang membawa surat. Surat itu dijatuhkan kepada Pamenan yang merupakan surat dari ibunya, yang menyampaikan bahwa ibunya menderita di penjara. Ia bertekad untuk mencari ibunya. Karena perjalanan jauh, ia menjadi lemah dan lapar. Kakanya mengutus Balam Timbago untuk mencari adiknya dan membawakan makanan serta obat sehingga Pamenan bisa sehat kembali. Dalam perjalanan, ia menemukan sebuah gubuk tua yang dihuni seorang kakek. Disana Pamenan tinggal beberapa hari. Kakek itu memberinya tongkat yang dapat membunuh apa saja yang menyakiti. Dalam perjalanan, ia membunuh seekor naga dengan tongkat tersebut yang ingin memangsa seekor anak garuda. Induk garuda berterima kasih dan bersedia mengantarkan Pamenan ke negeri Cerminterus. Garuda memberikan dua helai bulu kepada Pamenan yang dapat dibakar apabila Pamenan membutuhkan pertolongan. Akhirnya, sesampai di Cerminterus, Pamenan membunuh hangek garang dengan tongkat pemberian sang kakek tua. Dengan kematian Hangek Garang, raja sangat gembira dan Puti Lindung Bulan dibebaskan. Mereka diantar pulang oleh garuda ke Kampungdalam dan mereka dapat hidup bahagia.

B.     Asal-Usul Garuda
Garuda dalam khasanah sejarah Nusantara muncul dalam berbagai mitologi yang diajarkan dalam agama Hindu. Garuda merupakan burung gagah perkasa yang diyakini sebagai tunggangan Dewa Wisnu. Pada masa pemerintahan Raja Airlangga di Kahuripan, untuk mengokohkan kedudukan politiknya, Airlangga dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu. Kemudian digambarkanlah Airlangga sebagai titisan Wisnu yang sedang mengendarai Garuda. Garuda Wisnu Kencana, simbolisasi itulah yang dipergunakan sebagai simbol Kerajaan Kahuripan. Lalu bagaimana asal-usul Garuda dalam kisah mitologi agama Hindu?
Alkisah di negeri dongeng, tersebutlah seorang guru nan bijaksana bernama Resi Kasyapa.  Resi ini memiliki dua orang istri yang bernama Kadru dan Winata. Masing-masing dikaruniai anak-anak berupa Naga dan Garuda. Meskipun sang resi sangat bijaksana dan bersikap adil terhadap kedua istrinya, namun Kadru senantiasa merasa cemburu terhadap Winata. Maka dalam setiap kesempatan ia senantiasa ingin menyingkirkan Winata dari perhatian dan lingkaran keluarga. Segala tabiat dan niat jahat seringkali dijalankan untuk menjauhkan Winata dari suami mereka.
Pada suatu ketika, para dewa mengaduk samudra purba dengan air suci amertha sari, air suci yang membawa keabadian bagi siapapun makhluk yang meminumnya. Bersamaan dengan peristiwa itu muncullah kuda yang bernama Ucaihsrawa. Didorong oleh rasa kecemburuan yang telah menahun, Kadru menantang Winata untuk bertaruh mengenai warna kuda Ucaihsrawa. Barang siapa yang kalah dalam pertaruhan tersebut, maka ia harus menjadi budak seumur hidup yang harus taat dan patuh terhadap apapun kehendak dan perintah sang pemenang. Dalam taruhan, Kadru bertaruh Ucaihsrawa berwarna hitam. Sedangkan Winata memilih warna putih.
Para Naga tahu bahwa kuda Ucaihsrawa sebenarnyalah berwarna putih. Mereka kemudian melaporkan hal tersebut kepada Kadru, ibunda mereka. Atas pelaporan para Naga, putranya, Kadru secara licik memerintahkan para Naga untuk menyemburkan bisa mereka ke tubuh kuda putih agar nampak seperti kuda hitam. Pada saat Ucaihsrawa tiba di hadapan Kadru dan Winata, nampaklah kuda yang dipertaruhkan berwarna hitam, bukan putih sebagaimana aslinya. Singkat cerita, Winata harus menjadi budak dan melayani segala perintah Kadru seumur hidupnya yang tersisa.
Sebagai anak yang sangat berbakti kepada ibundanya, Garuda merasa sangat marah atas kelicikan para Naga yang telah membuat kebohongan besar atas diri Winata. Dengan kemarahan meluap, diseranglah para Naga. Terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat di atas langit, antara Garuda dan para Naga. Dikarenakan kekuatan dan kesaktian diantara kedua kubu sama dan seimbang, maka perang itupun berlangsung sepanjang saat sebagai simbol keabadian pertempuran antara nilai kebaikan dan kebatilan.
Karena pertempuran berlangsung sekian lama panjangnya, para Naga bersedia memberikan pengampunan atas perbudakan terhadap Winata asalkan Garuda mampu memberikan tirta suci amertha sari yang dapat memberikan keabadian hidup mereka dan ibunya. Akhirnya sang Garuda menyanggupi apapun yang harus ia lakukan asalkan ia dapat membebaskan ibundanya.
Dalam pengembaraan pencarian tirta suci amertha sari, Garuda berjumpa dengan Dewa  Wisnu. Ketika dimintakan air suci tersebut, Wisnu mempersyaratkan akan memberikan air tersebut, asalkan  sang Garuda menyanggupi diri untuk menjadi tunggangan bagi Dewa Wisnu. Garuda selanjutnya mendapatkan tirta suci amertha sari yang ditempatkannya dalam wadah kamandalu bertali rumput ilalang.
Dengan air suci mertha sari, para Naga berniat mandi untuk segera mendapatkan keabadian hidup. Bersamaan dengan itu, Dewa Indra yang kebetulan melintas mengambil alih air suci. Dari wadah Kamandalu, tersisalah percikan air pada sisa tali ilalang. Tanpa berpikir panjang, percikan air pada ilalang tersebut dijilati oleh para Naga. Tali ilalang sangatlah tajam bagaikan sebuah mata pisau. Tatkala menjilati ilalang tersebut, terbelahlah lidah para Naga menjadi dua bagian. Inilah asal-usul kenapa seluruh keluarga besar Naga dan semua keturunannya memiliki lidah bercabang.
Kegigihan Garuda dalam membebaskan ibunda tercintanya dari belenggu perbudakan yang tidak mengenal rasa peri kemanusiaan inilah yang kemudian oleh para founding fathers kita diadopsi secara filosofis dan disimbolisasikan dalam lambang negara kita. Garuda bermakna sebagai simbol pembebasan ibu pertiwi dari belenggu perbudakan dan penjajahan. Dengan lambang Garuda yang gagah perkasa, para pendahulu berharap Indonesia akan menjadi bangsa besar yang bebas dalam menentukan nasib dan masa depannya sendiri.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Atung Garuda Wisnu Kencana berlokasi di Bukit Unggasan - Jimbaran, Bali. Patung ini berdiri menjulang di dalam kompleks Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana dan merupakan karya pematung terkenal Bali, I Nyoman Nuarta. Monumen ini dikembangkan sebagai taman budaya dan menjadi ikon bagi pariwisata Bali dan Indonesia.
Patung tersebut berwujud Dewa Wisnu yang dalam agama Hindu adalah Dewa Pemelihara (Sthiti), mengendarai burung Garuda. Tokoh Garuda dapat dilihat di kisah Garuda & Kerajaannya yang berkisah mengenai rasa bakti dan pengorbanan burung Garuda untuk menyelamatkan ibunya dari perbudakan yang akhirnya dilindungi oleh Dewa Wisnu.
Patung ini diproyeksikan untuk mengikat tata ruang dengan jarak pandang sampai dengan 20 km sehingga dapat terlihat dari Kuta, Sanur, Nusa Dua hingga Tanah Lot. Patung Garuda Wisnu Kencana ini merupakan simbol dari misi penyelamatan lingkungan dan dunia. Patung ini terbuat dari campuran tembaga dan baja seberat 4.000 ton, dengan tinggi 75 meter dan lebar 60 meter. Jika pembangunannya selesai, patung ini akan menjadi patung terbesar di dunia dan mengalahkan Patung Liberty.


DAFTAR ISI

https://sangnanang.wordpress.com/2013/09/13/asal-usul-sang-garuda/comment-page-1/