Pages

Tampilkan postingan dengan label globalisasi sosial budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label globalisasi sosial budaya. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 Januari 2016

GLOBALISASI DALAM BIDANG SOIAL BUDAYA

Globalisasi Dalam Bidang Sosial Budaya
Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya.[1][2] Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan Internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling ketergantungan (interdependensi) aktivitas ekonomi dan budaya.[3]
Meski sejumlah pihak menyatakan bahwa globalisasi berawal di era modern, beberapa pakar lainnya melacak sejarah globalisasi sampai sebelum zaman penemuan Eropa dan pelayaran ke Dunia Baru. Ada pula pakar yang mencatat terjadinya globalisasi pada milenium ketiga sebelum Masehi.[4][5] Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, keterhubungan ekonomi dan budaya dunia berlangsung sangat cepat.
Istilah globalisasi makin sering digunakan sejak pertengahan tahun 1980-an dan lebih sering lagi sejak pertengahan 1990-an.[6] Pada tahun 2000, Dana Moneter Internasional (IMF) mengidentifikasi empat aspek dasar globalisasi: perdagangan dan transaksi, pergerakan modal dan investasi, migrasi dan perpindahan manusia, dan pembebasan ilmu pengetahuan.[7] Selain itu, tantangan-tantangan lingkungan seperti perubahan iklim, polusi air dan udara lintas perbatasan, dan pemancingan berlebihan dari lautan juga ada hubungannya dengan globalisasi.[8] Proses globalisasi memengaruhi dan dipengaruhi oleh bisnis dan tata kerja, ekonomi, sumber daya sosial-budaya, dan lingkungan alam.

Pengenalan
Manusia telah berinteraksi dalam kisaran jarak jauh selama ribuan tahun. Sebagai contohnya adalah Jalur Sutra darat yang menghubungkan Asia, Afrika, dan Eropa dan menyebabkan banyak perubahan pada peradaban bangsa-bangsa di "Dunia Lama". Pemikiran, agama, bahasa, kesenian, dan aspek budaya lainnya menyebar dan bercampur ketika negara-negara bertukar barang dan ide.
Perpindahan manusia, barang, dan ide secara global meluas pada abad-abad selanjutnya. Pada abad ke-15 dan 16, bangsa Eropa membuat rintisan terpenting dalam penjelajahan samudra, salah satunya adalah pelayaran transatlantik ke "Dunia Baru" yang disebut Amerika. Pada awal abad ke-19, perkembangan bentuk transportasi baru (seperti kapal uap dan rel kereta) dan telekomunikasi yang menyusutkan ruang dan waktu memungkinan terjadinya interaksi global dengan sangat cepat.[9] Pada abad ke-20, kendaraan darat, angkutan intermodal, dan maskapai penerbangan membuat transportasi semakin cepat. Penemuan telekomunikasi elektronik, seperti telepon genggam dan Internet, membuat miliaran orang bisa saling terhubung dengan berbagai cara pada tahun 2010.

Peta kabel telegraf bawah laut milik Eastern Telegraph Company tahun 1901. Inilah contoh globalisasi teknologi modern pada awal abad ke-20.

Etimologi dan penggunaan
Istilah globalisasi' diambil dari kata globalize yang mengacu pada kemunculan jaringan sistem sosial dan ekonomi berskala internasional.[10] Istilah ini pertama kali digunakan sebagai kata benda dalam sebuah tulisan berjudul Towards New Education; kata 'globalisasi' di sini menunjukkan pandangan pengalaman manusia secara menyeluruh di bidang pendidikan.[11] Istilah serupa, corporate giants (raksasa perusahaan), dicetuskan oleh Charles Taze Russell pada tahun 1897[12] untuk menyebut perusahaan-perusahaan besar nasional pada waktu itu. Tahun 1960-an, kedua istilah tadi mulai dijadikan sinonim oleh para ekonom dan ilmuwan sosial lainnya. Ekonom Theodore Levitt diakui secara luas sebagai pencipta istilah kata 'globalisasi' melalui artikelnya yang berjudul "Globalization of Markets". Artikel ini terbit di Harvard Business Review edisi Mei–Juni 1983. Namun, kata 'globalisasi' sebelumnya sudah banyak digunakan (setidaknya sejak 1944) dan dipakai oleh beberapa pengamat sejak 1981.[13] Levitt bisa dianggap sebagai orang yang memopulerkan kata ini dan memperkenalkannya ke kalangan pebisnis utama pada paruh akhir 1980-an. Sejak dirumuskan, konsep globalisasi telah menginspirasi sejumlah definisi dan interpretasi, mulai dari cakupan perdagangan dan imperium besar di Asia dan Samudra India pada abad ke-15 sampai seterusnya.[14][15] Karena konsep ini begitu rumit, banyak proyek penelitian, artikel, dan diskusi yang tetap berfokus pada aspek tunggal globalisasi.[1]
Roland Robertson, dosen sosiologi Universitas Aberdeen, salah satu penulis pertama di bidang globalisasi, mendefinisikan globalisasi pada tahun 1992 sebagai:
...pemadatan dunia dan pemerkayaan kesadaran dunia secara keseluruhan.[16]
Sosiolog Martin Albrow dan Elizabeth King mendefinisikan globalisasi sebagai:
...semua proses yang menyatukan penduduk dunia menjadi satu masyarakat dunia yang tunggal.[2]
Di The Consequences of Modernity, Anthony Giddens memakai definisi berikut:
Globalisasi dapat diartikan sebagai intensifikasi hubungan sosial dunia yang menghubungkan tempat-tempat jauh sehingga peristiwa di suatu tempat dapat dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi di tempat lain sekian kilometer jauhnya dan sebaliknya.[17]
Di Global Transformations, David Held dan lainnya mendefinisikan globalisasi sebagai:
Meski dalam artian paling sederhananya globalisasi mengacu pada pelebaran, pendalaman, dan pemercepatan interkoneksi global, definisi semacam itu perlu dijelaskan lebih jauh lagi. ... Globalisasi dapat ditempatkan di dalam satu kontinuum bersama lokal, nasional, dan regional. Di satu ujung kontinuum, terdapat hubungan dan jaringan sosial dan ekonomi yang berbasis lokal dan/atau nasional; di ujung lain, terdapat hubungan dan jaringan sosial dan ekonomi yang menguat pada skala interaksi regional dan global. Globalisasi dapat merujuk pada proses perubahan ruang-waktu yang menopang transformasi susunan kehidupan manusia dengan menghubungkan sekaligus memperluas aktivitas manusia melintasi wilayah dan benua. Tanpa melihat kaitan keruangan seperti itu, istilah ini takkan bisa dirumuskan secara jelas atau runtun. ... Definisi globalisasi yang tepat harus bisa mencakup elemen-elemen berikut: jangkauan, intensitas, kecepatan, dan pengaruh.[18]
Dalam buku The Race to the Top: The Real Story of Globalization, jurnalis Swedia Thomas Larsson menyatakan bahwa globalisasi adalah:
...proses penyusutan dunia sehingga jarak semakin pendek dan segala hal terasa semakin dekat. Globalisasi mengacu pada semakin mudahnya interaksi antara seseorang di satu tempat dengan orang lain di belahan dunia yang lain.[19]
Jurnalis Thomas L. Friedman memopulerkan kata "flat world" (dunia datar). Ia berpendapat bahwa perdagangan global, outsourcing, rantai suplai, dan kekuatan politik telah mengubah dunia lebih baik atau buruk secara permanen. Ia menegaskan bahwa globalisasi berlangsung semakin cepat dan pengaruhnya terhadap organisasi dan praktik bisnis akan terus berkembang.[20]
Ekonom Takis Fotopoulos mendefinisikan "globalisasi ekonomi" sebagai pembebasan dan deregulasi pasar komoditas, modal, dan tenaga kerja yang berujung pada globalisasi neoliberal masa kini. Ia memakai istilah "globalisasi politik" untuk menyebut kemunculan kaum elit transnasional dan hilangnya negara bangsa. "Globalisasi budaya" digunakan untuk menyebut homogenisasi budaya dunia. Istialh lainnya adalah "globalisasi ideologi", "globalisasi teknologi", dan "globalisasi sosial".[21]
Manfred Steger, dosen studi global dan ketua riset di Global Cities Institute di RMIT University, mengidentifikasi empat dimensi globalisasi empiris utama: ekonomi, politik, budaya, dan ekologi, ditambah dimensi kelima (ideologi) yang melintasi empat dimensi lainnya. Menurut Steger, dimensi ideologi dipenuhi oleh serangkaian norma, klaim, kepercayaan, dan penjelasan tentang fenomena itu sendiri.[22]
Pada tahun 2000, International Monetary Fund (IMF) mengidentifikasi empat aspek dasar globalisasi: perdagangan dan transaksi, pergerakan modal dan investasi, migrasi dan perpindahan manusia, dan pembebasan ilmu pengetahuan.[7] Di sektor perdagangan dan transaksi, negara-negara berkembang telah meningkatkan pangsa perdagangan dunianya dari 19 persen tahun 1971 menjadi 29 persen pada tahun 1999. Akan tetapi, ada perbedaan besar di sejumlah kawasan. Misalnya, negara industri baru (NIE) di Asia berhasil, sedangkan seluruh negara di Afrika gagal. Barang yang diekspor negara merupakan indikator kesuksesan yang penting. Ekspor barang pabrikan meningkat dan didominasi oleh negara-negara maju dan NIE. Ekspor komoditas seperti makanan dan bahan mentah biasanya berasal dari negara-negara berkembang. Pangsa total ekspor komoditas menurun seiring waktu.
Dari sini, pergerakan modal dan investasi dapat dipandang sebagai aspek dasar globalisasi yang lain. Arus modal swasta ke negara-negara berkembang naik sepanjang 1990-an, menggantikan "bantuan" atau "bantuan pembangunan" yang berkurang setelah awal 1980-an. Investasi langsung asing (FDI) menjadi kategori paling penting. Investasi portofolio dan kredit bank meningkat namun semakin volatil dan akhirnya anjlok akibat krisis keuangan akhir 1990-an. Antara 1965–90, jumlah tenaga kerja yang bermigrasi bertambah dua kali lipat. Sebagian besar migrasi terjadi antara negara berkembang dna negara kurang maju (LDC).[23]
Paul James, Direktur United Nations Global Compact Cities Programme, berpendapat bahwa empat bentuk globalisasi yang berbeda juga bisa dibedakan sehingga melengkapi dan melintasi semua dimensi globalisasi.[24] Menurut James, bentuk globalisasi dominan yang tertua adalah globalisasi berwujud, yaitu perpindahan manusia. Bentuk dominan tertua kedua adalah globalisasi lembaga, yaitu sirkulasi agen dari berbagai institusi, organisasi, dan badan, termasuk agen-agen imperial. Bentuk ketiganya, globalisasi objek, merupakan pergerakan komoditas dan objek tukar lainnya. Perpindahan ide, gambar, ilmu pengetahuan, dan informasi di dunia disebut globalisasi tak berwujud, dan saat ini globalisasi tak berwujud merupakan bentuk yang paling dominan. James berpendapat bahwa pengelompokkan semacam ini memungkinkan kita memahami bahwa bentuk globalisasi yang paling berwujud seperti perpindahan pengungsi dan migran justru semakin dibatasi, sedangkan bentuk yang paling tak berwujud seperti sirkulasi instrumen keuangan semakin tidak dibatasi.[25]
Pengertian
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Jan Aart Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
  • Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
  • Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
  • Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
  • Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
  • Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.[26]

Dampak globalisasi dalam masyarakat
ü  Dampak positif
  • Perubahan tata nilai dan sikap
Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergesaran nilai dan sikap masyarakat yang semua irasional meenjadi rasional.
  • Berkembangnya ilmu
Pengetahuan dan teknologi dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah daam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
  • Tingkat kehidupan yang lebih baik
Industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi pengangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
ü  Dampak negatif
  • Pola hidup konsumtif
Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah.Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada.
  • Sikap individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat meraka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya.Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.
  • Gaya hidup kebarat-baratan
Tidak semua budaya barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia.Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.
  • Kesenjangan sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan.Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.


Dampak Positif Dan Negatif Globalisasi Bidang Sosial Budaya.

Dampak Dari Perubahan Sosial budaya ini, adalah peninggalan nilai-nilai peradaban yang tradisional, oleh bangsa atau masyarakat,yang telah dipengaruhi  oleh nilai-nilai, unsur-unsur dari Barat. Oleh karna itu, aspek yang mempengaruhi globalisasi social budaya adalah dari aspek budaya Fashion, makanan, media massa dan juga bahasa.


Pengaruh Positif Globalisasi Bidang Sosial Budaya 
Banyak sekali pengaruh buruk akibat Globalisasi yang kita rasakan.  Namun tentunya masih ada pengaruh positif Globalisasi Bidang Sosial Budaya yang dapat kita rasakan, atau mungkin bagi sebagian banyak orang sudah mengalaminya. 
  1. Meningkatkan pembelajaran mengenai tata nilai sosial budaya, cara hidup,  pola pikir yang baik, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi dari bangsa lain yang telah maju. 
  2. Meningkatkan etos kerja yang tinggi, suka bekerja keras, disiplin, mempunyai jiwa kemandirian, rasional, sportif, dan lain sebagainya.

Dampak Negatif Globalisasi Bidang Sosial Budaya 
Masuknya Budaya Barat Bagi Bangsa Indonesia , adalah  dapat menyebabkan:

a. Aculturasi 
Norma masyarakat yang sebelumnya menjadi  pedoman bagi seseorang bertindak perlahan-lahan berubah menjadi tidak dipedulikan lagi. Budaya atau kebiasaan pada masyarakat seperti memberikan salam dan mencium tangan pada orang tua sudah pudar di kalangan generasi muda sebagian besar disebabkan oleh masuknya budaya Barat. Memberi salam atau mencium tangan orang tua sudah tergantikan oleh “Cipika - Cipiki” yang diperkenalkan budaya Barat. Padahal ini tidak sesuai  dengan Bangsa Timur yang lebih mengedepankan etika dalam  bermasyarakat. Terlebih dalam Agama Islam “Cipika - Cipiki” dianggap dosa bila dengan lawan jenis. Aculturasi juga ditandai dengan kebiasaan anggota masyarakat melanggar aturan atau hukum. Hal yang tidak biasa dalam masyarakat kini telah menjadi lazim untuk dilakukan. Hal ini akibat kebebasan yang diajarkan budaya Barat sehingga dirasa terlalu bebas tanpa disertai tanggung jawab.

b. Sikap Meniru
  1. Cara berpakaian Barat yang identik dengan liberalisme, sangat bebas dalam  berpakaian. oleh karena tren pakaian dunia berkiblat pada bangsa Barat, maka style/cara berpakaian bangsa Barat pun perlahan masuk dalam budaya kita dan berpakaian sangat sexy dengan rok pendek sudah mejadi hal yang lumrah. Padahal berpakaian seperti itu di Indonesia sangat bertentangan dengan budaya dan adat, apa lagi kalau di masukkan dalam peraturan agama islam yang mengharuskan kita  berpakaian sopan dan menutup semua aurat kita, jadi ini sangat  bertentangan dengan gaya berpakaian orang Indonesia.
  2. Meniru perilaku yang buruk Banyak sekali adegan dalam film Barat yang tidak sepatutnya dicontoh oleh kaum muda. Misalnya, perkelahian antar pelajar dan adegan-adegan kekerasan lainnya serta pelajar yang terintimidasi atau sering ejek dan diganggu dalam sekolah, sifat tawuran dan saling mengejek Antara sesama pelajar di Indonesia sudah sering terjadi  belakangan ini, padahal kalau kita lihat pada masa-masa lalu tidak ada yang namanya tawuran maupun saling mengejek Antara pelajar di Indonesia.
  3. Meniru Idola Seseorang yang mengidolakan suatu tokoh seperti aktris/actor atau penyanyi, pasti ingin sama persis menjadi seperti idolanya, setidaknya dalam hal bergaya atau berpakaian. Cara berpakaian para aktris/actor atau penyanyi dari barat (luar Indonesia) sangat  bertentangan dengan cara berpakaian di Indonesia bahkan ada yang  bahkan dianggap tak lazim bahkan mungkin dapat dikatakan “gila”. Tapi semua itu seolah tak berarti dan tak diindahkan oleh kaum muda di Indonesia, dan tetap diikuti.
Kemajuan IPTEK adalah dampak  positif dari globalisasi dalam bidang Teknologi, namun ini sedikit banyak membawa dampak negatif bidang Sosial Budaya yang diantaranya melahirkan gaya hidup yang :
  1. Individualistis Dulu sosialisasi hanya dapat terjadi jika kita pergi keluar rumah, menyapa tetangga ataupun mengobrol. Namun dizaman modern ini, hanya dengan duduk dialam rumah dengan internet, bahkan kita bisa  bersosialisasi dengan orang-orang yang berada sangat jauh. Inilah akar dari individualistis yang tercipta karena tidak bersosialisasi secara langsung. Hal ini akan sangat merusak karena menciptakan seseorang dengan sikap yang tidak memperdulikan orang lain selain dirinya.
  2. Pragmatisme Pragmatisme adalah sikap yang menilai sesuatu dari untung ruginya bagi diri sendiri. Padahal menolong tanpa pamrih adalah  pelajaran dasar dalam bermasyarakat. Tapi semakin majunya jaman, menyebabkan lunturnya nilai-nilai gotong royong dan tolong-menolong dalam hal-hal kebaikan. Individu lebih mengarahkan pada kegiatan yang menguntungkan dirinya saja
  3. Materialisme Materialsme adalah doktrin yang menyatakan bahwa kenyamanan, kesenangan, dan kekayaan merupakan satu-satunya tujuan atau nilai tertinggi. materialisme adalah kecenderungan untuk lebih peduli dengan materi dari pada rohani atau tujuan dan nilai intelektual. Materialisme adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra dimana agama mengatakan ada entitas selain entitas material yaitu roh, jin, setan dan malaikat, serta meyakini adanya tuhan (Allah).
  4. Hedonisme Hedonisme adalah pandangan hidup atau pola hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Bagi para penganut paham ini, bersenang-senang, pesta  pora, dan berpoya-poya merupakan tujuan utama hidup, entah itu menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Karena mereka beranggapan hidup ini hanya satu kali, sehingga mereka merasa ingin menikmati hidup senikmat-nikmatnya. 
  5. Konsumerisme Konsumerisme merupakan paham dimana seseorang atau kelompok melakukan atau menjalankan proses konsumsi atau pemakaian  barang barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan. Dan inilah hal yang paling sering terjadi seperti berbelanja pakaian terlalu banyak. 



DAFTAR PUSTAKA