RANGKUMAN MATERI PAI SMA KELAS X SEMESTER 1(BAB 1-7)
Bagi rekan yang memerlukan rangkuman PAI, saya coba gabungkan dari beberapa sumber. Berikut materinya:
A. Al Qur’an
Bab I
Kajian Al-Qur’an tentangManusia dan
Tugasnya
1.SurahAl-Baqarah(2) Ayat30
Kesimpulan
Arti Surah Al-Baqarah (2) Ayat 30dan Perilaku yang Harus Ditampilkan
Beberapa kesimpulan dari Surah Al-Baqarah (2) ayat 30
adalah:
1).Allah
menciptakan manusia untk dijadikan sebagai khalifah (wakilAllah) di bumi.
2).Sebagai
khalifah, manusia harus melakukan kekhalifahannya di bumiuntuk menjaga
kelestarian ciptaan-Nya, mengembangkan-Nya sertamemakmurkan-Nya.
3).Untuk membekali manusia sebagai khalifah di bumi,
Allah swt.Memberikan pengajaran kepada manusia tentang kebenaran dalamsegala
ciptaan-Nya, sehingga manusia mampu melaksanakan tugasyang berat
tersebut.
4).Untuk
itulah kita karus berusaha membekali diri kita denganmempelajari berbagai ilmu pengetahuan, sehingga kita dapatmenjalankan
fungsi kekhalifahan dengan sebaik-baiknya. Kita dapatmelakukan fungsi tersebut
sesuai drngan kemampuan dan status kitamasing-masing, tentu saja harus
memerhatikan semua aturan yangsudah dibuat oleh Allah.
5).Malaikat
menyangsikan tugas kekhalifahan itu dapat dilaksanakan olehmanusia, karena
menurut malaikat dirinyalah yang lebih berhakmemikul tugas tersebut dengan
bukti dia selalu bertasbih dan memuji-Nya.
6).Dalam
kenyataannya, kebanyakan manusia banyak yang melakukanpenyimpangan dari aturan
yang dibuat oleh Allah. Manusia banyakmelakukan kejahatan seperti merusak dan
suka menumpahkan darahdi bumi.
2.Surah
Al-Mu’minûn (23) Ayat 12-14
Kesimpulan
Arti Al-Mu’minûn (23) Ayat 12-14dan Perilaku yang Harus Ditampilkan
Pada
arti Al-Mu’minûn (23) ayat 12-14 tertera tahapan-tahapanterbentuknya manusia,
ini adalah beberapa kesimpulan dari Surah Al-Mu’minûn (23) ayat 12-14:
1.Ayat
12 mejelaskan unsur penciptaan manusia setelah Adam (mansiapertama), yakni
saripati tanah.
2.Ayat
13 kemudian melanjutkan penjelasan bahwa dari saripati tanahitulah Allah
menjadikan sperma di tempat yang terjaga, yakni air manipada laki-laki dan sel
telur pada perempuan.
3.Pada
ayat 14 terurai proses penciptaan manusia dari air mani yangmenjadi segumpal
daging hingga tulang belulang yang terbungkusdaging yang setelah itu ditiupkan
ruh oleh Allah dan lahir sebagai bayidi dunia.
4.Di
akhir ayat 14 Allah menyatakan bahwa Dia Mahasuci dan jugasebagai Pencipta yang
paling baik.
5.Dengan
adanya keterangan-keterangan di atas, kita harus senantiasabersyukur kepada
Allah yang telah memberikan kesempatan hiduphingga detik ini. Tidak lupa
terhadap orang tua yang telah melahirkandan menjaga kita hingga sekarang. Kita
harus menjalankan perintah-perintah Allah dan juga orang tua tanpa menyimpang
denganketentuan Allah. Dengan adanya kelahiran maka pasti ada kematianyang
menjadi kelemahan manusia, keterangan-keterangan di atasmenyadarkan kita akan
bekal masa depan dan menjauhi rasasombong.
3.Surah
Aż-Żâriyât (51) Ayat 56
Kesimpulan
Arti Aż-Żâriyât (51) Ayat 56 danPerilaku yang Harus Ditampilkan
Dalam
surah Aż-Żâriyât (51) ayat 56 terdapat beberapa arti penting,termasuk:
1.Allah
swt. Meciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya.
2.Meskipun
ada banyak perbedaan antara jin dan manusia, namunkeduanya memiliki tugas yang
sama sebagai makhluk Allah, yaitumenyembah kepada-Nya.
3.Bagi
manusia, menyembah Allah merupakan tugas yang palingpenting, di samping kenjadi
khalifah.
4.Kita
tidak boleh meninggalkan ibadah kepada Allah, melakukannyapunharus didasari
dengan niat yang ikhlas. Tanpa itu, ibadah kita akan sia-sia.
4.Surah
An-Nahl (16) Ayat 78
Kesimpulan
Arti An-Nahl (16) Ayat 78 danPerilaku yang Harus Ditampilkan
Pada
surah An-Nahl (16) ayat 78 terdapat beberapa kesimpulanseperti:
1.Manusia
lahir dengan tidak mengetahui apapun, karena itu ketika kitamenjadi orang yang
pintar, berhasil, terkenal, kita tidak bolehsombong (takabur).
2.Dengan
anugerah Allah kita memiliki tiga potensi dasar yang kemudiandapat dikembangkan
menjadi mimpi yang kita inginkan. Tiga potensidasar itu diwajibkan untuk
dipakai untuk menjadi khalifah, dan terlebihuntuk beribadah.
3.Dengan
adanya tiga potensial tersebut, manusia diharusakan untukbersyukur, walaupun
Allah menyatakan bahwa sebagian besarmanusia tidak pandai bersyukur
Bab II
Kajian Al-Qur’an tentangKeikhlasan
dalam Beribadah
Kesimpulan
Arti Potongan-potongan AyatMengenai Keiklasan Beribadah dan Perilakuyang Harus
Ditampilkan
Pada
surah Al-An’âm (6): 162-163 dapat diambil beberapa kesimpulanseperti:
1.Allah
memerintahkan kepada umat-Nya agar ibadahnya murniterhadap kepada-Nya, tidak
dibolehkan kepada selain-Nya.
2.Aktivitas
ibadah meliputi semua perikehidupan manusia yangmenyangkut semua aktivitas
dalam bentuk ibadah khususseperti salat, puasa, zakat dan haji, maupun
aktivitas manusiadalam berhubungan dengan sesamanya (muamalah), sepertidalam
berdagang, berpolitik, berkeluarga, dan sebagainya.
3.Tidak
ada sesuatupun yang berhak menerima peribadahan(disembah) oleh manusia selain
Allah
4.Oleh
karena itu, kita harus berusaha menjadikan semua aktivitassebagai ibadah kepada
Allah. Dengan niat ini, semua yang kitakerjakan tidak sia-sia, tetapi akan
bernilai ibadah.
Pada
surah al-Bayyinah (98): 5ada kesimpulan-kesimpulan yang bisadijadikan
pembelajaran, seperti:
1.Allah
memerintahkan kepada manusia hanya untuk beribadahkepada-Nya.
2.Ibadah
kepada Allah harus dilakukan dengan ikhlas dan lurus,dalam arti harus
benar-benar memurnikan jiwanya hanya tertujukepada Allah.
3.Dalam
rangka memurnikan ketaatan kepada Allah, manusia jugadiperintahkan melaksanakan
salat dan menunaikan zakat,sehingga akan terwujud agama yang lurus.
4.Dalam
melakukan ibadah kepada Allah harus mengikuti aturan-aturan yang dibuar oleh
syariat (Allah dan Rasul-Nya)
5.Untuk
itulah kita hatus berusaha untuk selalu ikhlas dalam setiapibadah yang kita
lakukan. Janganlah kita menyia-nyiakan ibadahyang kita lakukan karena tidak
diniatkan dengan ikhlas, tetapiada tendensinya atau karena ingin dipuji dan
dilihat orang (riya)
Bab III
Beriman kepada Allah danAsmaul Husna
1.PengertianIman
kepada Allah adalah meyakini bahwa Allah adalahIlâh(Tuhan)yang benar. Hanya
kepada Allah kita menyembah dan meminta tolong.Allah adalah pencipta alam dan
yang mengaturnya. Keyakinan akanAllah Yang Maha Esa (tauhid) adalah titik pusat
iman. Selainmempercayai adanya Allah, kita juga harus memahami
sifat-sifatkesempurnaan-Nya.
2.Sifat-sifat
Allah
no
|
Sifat
|
Arti
|
Arti
|
Mustahil
|
|||||
Nafsiah
|
1
|
wujud
|
Ada
|
Tidak
ada
|
Adam
|
||||
Sabilyah
|
2
|
Qidam
|
Terdahulu
|
Baru
|
Hudus
|
||||
3
|
Baqa
|
Kekal
|
Lenyap/binasa
|
Fana
|
|||||
4
|
Mukhalafatu
lihawadisi
|
Mumasalatulilhawadisi
|
Serupa
denganmakhluk-Nya
|
Mumasalatulilhawadisi
|
|||||
5
|
Qiyamuhu
binafsihi
|
Adamul
qiamibinafsihi
|
Membutuhkanyang
lain
|
Adamul
qiamibinafsihi
|
|||||
6
|
wadahniayah
|
Ta’addud
|
Berbilang
|
Ta’addud
|
|||||
7
|
Qudrat
|
Ajzun
|
Lemah
|
Ajzun
|
|||||
8
|
Irada
|
Karahah
|
Terpaksa
|
Karahah
|
|||||
9
|
Ilmu
|
Jahlun
|
Bodoh
|
Jahlun
|
|||||
10
|
Hayat
|
Maut
|
Mati
|
Maut
|
|||||
11
|
Sama
|
Asamma
|
Tuli
|
Asamma
|
|||||
12
|
Basar
|
A’ma
|
Buta
|
A’ma
|
|||||
13
|
Kalam
|
Bukmun
|
Bisu
|
Bukmun
|
|||||
14
|
Qadiran
|
‘Ajizan
|
Mahalemah
|
‘Ajizan
|
|||||
15
|
Muridan
|
Karihan
|
Maha
terpaksa
|
Karihan
|
|||||
16
|
‘Aliman
|
Jahilan
|
Mahabodoh
|
Jahilan
|
|||||
17
|
Hayyan
|
Mayyatin
|
Mahamati
|
Mayyatin
|
|||||
18
|
Sami’an
|
Assama
|
Mahatuli
|
Assama
|
|||||
19
|
Basiran
|
A’ma
|
Mahabuta
|
A’ma
|
|||||
20
|
Mutakalliman
|
Abkam
|
Mahabisu
|
Abkam
|
|||||
3.Asmaul
Husna
Asmaul
Husna berasal dari kata
asma/ism
yang
berarti nama dan kata
al
husna
yang
berarti baik. Jadi Asmaul Husna adalah nama-nama yangbagus atau yang terbaik
yang dimiliki Allah sebagai bkti akankeagungan-Nya.Berikut ini adalah 99
Asmamaul Husna selengkapnya:No.NamaNo.NamaNo.Nama1.Ar Rahman34.Al Gaffur67.Al
Ahad2.Ar Rahim35.Asy Syakur68.As Samad3.Al Malik36.Al ‘Aliyy69.Al Qadir4.Al
Quddus37.Al Kabir70.Al Muqtadir5.As Salam38.Al Hafidz71.Al Muqaddim6.Al
Mukmin39.Al Muqit72.Al Muakkhir7.Al Muhaimin40.Al Hasib73.Al Awal8.Al
‘Aziz41.Al Jail74.Al Akhir9.Al Jabbar42.Al Karim75.Az Zahir10.Al
Mutakabbir43.Ar Raqib76.Al Batin11.Al Khaliq44.Al Mujib77.Al Waliyy12.Al
Bari’45.Al Wasi’78.Al Muta’ali13.Al Musawwir46.Al Hakim79.Al Barru14.Al
Gaffar47.Al Wadud80.Al Tawwab15.Al Qahhar48.Al Majid81.Al Muntaqim16.Al
Wahhab49.Al Ba’is82.Al Afuw17.Ar Razaq50.Asy Syahid83.Ar Rauf 18.Al
Fattah51.Al Haqq84.Malikul Mulki19.Al ‘Alim52.Al Wakil85.Zul Jalali wal
Ikhram20.Al Qabid53.Al Qawiyyu86.Al Muqsit21.Al Basit54.Al Matin87.Al
Jami’22.Al Khafid55.Al Waliyyu88.Al Ganiyyu23.Al Rafi’56.Al Hamid89.Al Mugni24.Al
Mu’izz57.Al Muhsiy90.Al Mani’25.Al Muzill58.Al Mubdi’u91.Ad Darru26.Al
Sami’59.Al Mu’id92.An Nafi’27.Al Basir60.Al Muhyi93.An Nur28.Al Hakam61.Al
Mumit94.Al Hadi29.Al Adlu62.Al Hayyu95.Al Badi’30.Al Latif63.Al Qayyum96.Al
Baqi31.Al Khabir64.Al Wajib97.Al Warisu32.Al Halim65.Al Majid98.Ar Rasyid33.Al
‘Azim66.Al Wahid99.As Sabur
4.Hikmah
Mengenal Sifat-sifat danNama-nama Allah dan Perilaku yang HarusDitampilkan
a)Menyadari
bahwa manusai adalah makhluk yang lemah
b)Berupaya
untuk menjadi orang yang kuat dan pandai
c)Bersikap
sabar, kasih sayang dan pemaaf
d)Berupaya
menjadi kreatif
Bab IV
Husnuzan kepada Allah, Diri Sendiri,
dan Sesama Manusia
1.Pengertian
Husnuzan
berasal dari kata
husnu
az-zan
yang
berarti berbaik sangka.
Husnu
berakar
dri kata
hasana
yang
artinya baik atau berbuat baik dan
zan
berarti
dugaan, perkiraan, pikiran, atau pendapat. Berbeda dengan
su’uzan
atau
berburuk sangka. Orang yang bersu’uzan adalah orang yang sukaberburuk sangka
tanpa alasan yang jelas. Sebaliknya orang yangberhusnuzan adalah orang yang
selalu berpikir positif dan tidak pernahberburuk sangka.
2.Macam-macam
Husnuzan
a)Huznuzan
kepada Allah
Meyakini
bahwa Allah benar-benar Maha Esa (tauhid)
Bertakwa
kepada Allah
Beribadah
dan berdoa hanya kepada Allah
Berserah
diri kepada Allah (tawakal)
Menerima
dengan ikhlas semua keputusan Allah
b)Husnuzan
kepada Orang Lain
Husnuzan
kepada diri sendiri
•
Bersikap
gigih
•
Bersikap
inisiatif
•
Rela
berkorban
3.Hikmah
Memiliki Sifat Husnuzan:
a)Hidup
menjadi tenang, tentram, dan damai;b)Hati menjadi selalu terjaga kebersihannya;
c)Menumbuhkan
sikap tulus, ikhlas, dan sabar;d)Memacu untuk lebih kreatif dalam
hidupnya;e)Menumbuhakan sikap optimis dan tidak putusasa; danf)Senantiasa
bersyukur atas segala karunia Allahsekecil apapun.
BAB V
HUKUM-HUKUM ISLAM
Kata-kata sumber dalam hukum Islam merupakan terjemah dari kata
mashadir yang berarti wadah ditemukannya dan ditimbanya norma hukum. Sumber
hukum Islam yang utama adalah Al Qur’an dan sunah. Selain menggunakan kata
sumber, juga digunakan kata dalil yang berarti keterangan yang dijadikan bukti
atau alasan suatu kebenaran. Selain itu, ijtihad, ijma’, dan qiyas juga
merupakan sumber hukum karena sebagai alat bantu untuk sampai kepada
hukum-hukum yang dikandung oleh Al Qur’an dan sunah Rasulullah SAW
Secara sederhana hukum adalah “seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat; disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu; berlaku mengikat, untuk seluruh anggotanya”. Bila definisi ini dikaitkan dengan Islam atau syara’ maka hukum Islam berarti: “seperangkat peraturan bedasarkan wahyu Allah SWT dan sunah Rasulullah SAW tentang tingkah laku manusia yang dikenai hukum (mukallaf) yang diakui dan diyakini mengikat semua yang beragama Islam”. Maksud kata “seperangkat peraturan” disini adalah peraturan yang dirumuskan secara rinci dan mempunyai kekuatan yang mengikat, baik di dunia maupun di akhirat.
Secara sederhana hukum adalah “seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat; disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu; berlaku mengikat, untuk seluruh anggotanya”. Bila definisi ini dikaitkan dengan Islam atau syara’ maka hukum Islam berarti: “seperangkat peraturan bedasarkan wahyu Allah SWT dan sunah Rasulullah SAW tentang tingkah laku manusia yang dikenai hukum (mukallaf) yang diakui dan diyakini mengikat semua yang beragama Islam”. Maksud kata “seperangkat peraturan” disini adalah peraturan yang dirumuskan secara rinci dan mempunyai kekuatan yang mengikat, baik di dunia maupun di akhirat.
A. Al Qur’an
Al Qur’an berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan
secara berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat
Jibril. Al Qur’an diawali dengan surat Al Fatihah, diakhiri dengan surat An
Nas. Membaca Al Qur’an merupakan ibadah.
Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu menngikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala larangnannya
Al Qur’an memuat berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat manusia.
a. Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan yantg berkaitan dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar
b. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim memilki budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.
c. Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat dan haji.
d. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam masyarakat
Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu menngikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala larangnannya
Al Qur’an memuat berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat manusia.
a. Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan yantg berkaitan dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar
b. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim memilki budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.
c. Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat dan haji.
d. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam masyarakat
Isi kandungan Al Qur’an
Isi kandungan Al Qur’an dilihat dari segi kuantitas dan
kualitas.
1. Segi Kuantitas
Al Quran terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 6.236 ayat, 323.015
huruf dan 77.439 kosa kata
2. Segi Kualitas
Isi pokok Al Qur’an (ditinjau dari segi hukum) terbagi menjadi 3 (tiga) bagian:
a. Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum yang mengatur hubungan rohaniyah dengan Allah SWT dan hal – hal lain yang berkaitan dengan keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam
b. Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang mengatur hubungan dengan Allah, dengan sesama dan alam sekitar. Hukum ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syariat. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fiqih
c. Hukum yang berkaitan dngan akhlak. Yakni tuntutan agar setiap muslim memiliki sifat – sifat mulia sekaligus menjauhi perilaku – perilaku tercela.
2. Segi Kualitas
Isi pokok Al Qur’an (ditinjau dari segi hukum) terbagi menjadi 3 (tiga) bagian:
a. Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum yang mengatur hubungan rohaniyah dengan Allah SWT dan hal – hal lain yang berkaitan dengan keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam
b. Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang mengatur hubungan dengan Allah, dengan sesama dan alam sekitar. Hukum ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syariat. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fiqih
c. Hukum yang berkaitan dngan akhlak. Yakni tuntutan agar setiap muslim memiliki sifat – sifat mulia sekaligus menjauhi perilaku – perilaku tercela.
Bila ditinjau dari Hukum Syara terbagi menjadi dua kelompok:
a. Hukum yang berkaitan dengan amal ibadah seperti shalat,
puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah dan sebagainya yang berkaitan dengan
hubungan manusia dengan tuhannya.
b. Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan (muamalah) seperti perjanjian perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian, pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya.
Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi:
1. Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam berkeluarga, yaitu perkawinan dan warisan
2. Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang berhubungan dengan jual beli (perdagangan), gadai-menggadai, perkongsian dan lain-lain. Maksud utamanya agar hak setiap orang dapat terpelihara dengan tertib
3. Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang berhubungan dengan keputusan, persaksian dan sumpah
4. Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang berhubungan dengan penetapan hukum atas pelanggaran pembunuhan dan kriminalitas
5. Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu hubungan antar kekuasan Islam dengan non-Islam sehingga tercpai kedamaian dan kesejahteraan.
6. Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta benda, seperti zakat, infaq dan sedekah.
b. Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan (muamalah) seperti perjanjian perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian, pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya.
Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi:
1. Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam berkeluarga, yaitu perkawinan dan warisan
2. Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang berhubungan dengan jual beli (perdagangan), gadai-menggadai, perkongsian dan lain-lain. Maksud utamanya agar hak setiap orang dapat terpelihara dengan tertib
3. Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang berhubungan dengan keputusan, persaksian dan sumpah
4. Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang berhubungan dengan penetapan hukum atas pelanggaran pembunuhan dan kriminalitas
5. Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu hubungan antar kekuasan Islam dengan non-Islam sehingga tercpai kedamaian dan kesejahteraan.
6. Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta benda, seperti zakat, infaq dan sedekah.
Ketetapan hukum yang terdapat dalam Al Qur’an ada yang rinci dan
ada yang garis besar. Ayat ahkam (hukum) yang rinci umumnya berhubungan dengan
masalah ibadah, kekeluargaan dan warisan. Pada bagian ini banyak hukum bersifat
ta’abud (dalam rangka ibadah kepada Allah SWT), namun tidak tertutup peluang
bagi akal untuk memahaminya sesuai dengan perubahan zaman. Sedangkan ayat ahkam
(hukum) yang bersifat garis besar, umumnya berkaitan dengan muamalah, seperti
perekonomian, ketata negaraan, undang-undang sebagainya. Ayat-ayat Al Qur’an
yang berkaitan dengan masalah ini hanya berupa kaidah-kaidah umum, bahkan
seringkali hanya disebutkan nilai-nilainya, agar dapat ditafsirkan sesuai
dengan perkembangan zaman.
Selain ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan hukum, ada juga yang berkaitan dengan masalah dakwah, nasehat, tamsil, kisah sejarah dan lain-lainnya. Ayat yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut jumlahnya banyak sekali.
Selain ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan hukum, ada juga yang berkaitan dengan masalah dakwah, nasehat, tamsil, kisah sejarah dan lain-lainnya. Ayat yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut jumlahnya banyak sekali.
B. Hadits
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik
berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber
hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk
menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad
SAW dalam haditsnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT: (lihat Al-Qur’an
onlines di google)
Artinya: “ … Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah
dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, …” (QS Al Hasyr : 7)
Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan seluruh
perilaku Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-nilai luhur dan merupakan cerminan
akhlak mulia. Apabila seseorang bisa meneladaninya maka akan mulia pula sikap
dan perbutannya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah SAW memilki akhlak dan
budi pekerti yang sangat mulia. Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua,
juga dinyatakan oleh Rasulullah SAW:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا اَبَدًا كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةُ رَسُوْلِهِ ( رواه همام ما لك)
Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah rasulnya”. (HR Imam Malik)
تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا اَبَدًا كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةُ رَسُوْلِهِ ( رواه همام ما لك)
Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah rasulnya”. (HR Imam Malik)
Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki kedua
fungsi sebagai berikut.
Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Qur’an, sehingga kedunya (Al Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang sama. Misalnya Allah SWT didalam Al Qur’an menegaskan untuk menjauhi perkataan dusta, sebagaimana ditetapkan dalam firmannya : (lihat Al-Qur’an onlines di google)
Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Qur’an, sehingga kedunya (Al Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang sama. Misalnya Allah SWT didalam Al Qur’an menegaskan untuk menjauhi perkataan dusta, sebagaimana ditetapkan dalam firmannya : (lihat Al-Qur’an onlines di google)
Artinya: “…Jauhilah perbuatan dusta…” (QS Al Hajj : 30)
Ayat diatas juga diperkuat oleh hadits-hadits yang juga berisi larangan berdusta.
Ayat diatas juga diperkuat oleh hadits-hadits yang juga berisi larangan berdusta.
1. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al
Qur’an yang masih bersifat umum. Misalnya, ayat Al Qur’an yang memerintahkan
shalat, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji, semuanya bersifat garis
besar. Seperti tidak menjelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara melaksanakan
shalat, tidak merinci batas mulai wajib zakat, tidak memarkan cara-cara
melaksanakan haji. Rincian semua itu telah dijelaskan oelh rasullah SAW dalam
haditsnya. Contoh lain, dalam Al Qur’an Allah SWT mengharamkan bangkai, darah
dan daging babi. Firman Allah sebagai berikut: (lihat Al-Qur’an onlines di
google)
Artinya: “Diharamkan bagimu bangkai, darah,dan daging babi…” (QS Al Maidah : 3)
Artinya: “Diharamkan bagimu bangkai, darah,dan daging babi…” (QS Al Maidah : 3)
Dalam ayat tersebut, bangkai itu haram dimakan, tetap tidak
dikecualikan bangkai mana yang boleh dimakan. Kemudian datanglah hadits
menjelaskan bahwa ada bangkai yang boleh dimakan, yakni bangkai ikan dan
belalang. Sabda Rasulullah SAW:
اُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَ دَمَانِ, فَامَّا الْمَيْتَتَانِ : الْحُوْتُ وَالْجَرَادُ, وَاَمَّا
الدَّمَانِ : فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالِ ( رواه ابن الماجه و الحاكم)
Artinya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalalng, sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa…” (HR Ibnu Majjah)
2. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al Qur’an. Misalnya, cara menyucikan bejana yang dijilat anjing, dengan membasuhnya tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
طُهُوْرُ اِنَاءِ اَحَدِكُمْ اِذَا وَلِغَ فِيْهِ الْكَلْبُ اَنْ يُغْسِلَ سَبْعَ مَرَّاتٍ اَوْلَهِنَّ بِالتُّرَابِ ( رواه مسلم و هحمد و هبو داود و البيهقى)
اُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَ دَمَانِ, فَامَّا الْمَيْتَتَانِ : الْحُوْتُ وَالْجَرَادُ, وَاَمَّا
الدَّمَانِ : فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالِ ( رواه ابن الماجه و الحاكم)
Artinya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalalng, sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa…” (HR Ibnu Majjah)
2. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al Qur’an. Misalnya, cara menyucikan bejana yang dijilat anjing, dengan membasuhnya tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
طُهُوْرُ اِنَاءِ اَحَدِكُمْ اِذَا وَلِغَ فِيْهِ الْكَلْبُ اَنْ يُغْسِلَ سَبْعَ مَرَّاتٍ اَوْلَهِنَّ بِالتُّرَابِ ( رواه مسلم و هحمد و هبو داود و البيهقى)
Artinya: “Mennyucikan bejanamu yang dijilat anjing adlah dengan
cara membasuh sebanyak tujuh kali salah satunya dicampur dengan tanah” (HR
Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi)
Hadits menurut sifatnya mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
1. Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohehan suatu hadits
2. Hadits Makbul, adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai Hujjah. Yang termasuk Hadits Makbul adalah Hadits Shohih dan Hadits Hasan
3. Hadits Hasan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat dan kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting
4. Hadits Dhoif, adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak dipenuhi
1. Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohehan suatu hadits
2. Hadits Makbul, adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai Hujjah. Yang termasuk Hadits Makbul adalah Hadits Shohih dan Hadits Hasan
3. Hadits Hasan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat dan kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting
4. Hadits Dhoif, adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak dipenuhi
Adapun syarat-syarat suatu hadits dikatakan hadits yang shohih,
yaitu:
1. Rawinya bersifat adil
2. Sempurna ingatan
3. Sanadnya tidak terputus
4. Hadits itu tidak berilat, dan
5. Hadits itu tidak janggal
1. Rawinya bersifat adil
2. Sempurna ingatan
3. Sanadnya tidak terputus
4. Hadits itu tidak berilat, dan
5. Hadits itu tidak janggal
C. Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan
suatu masalah yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al Qur’an maupun Hadits,
dengan menggunkan akal pikiran yang sehat dan jernih, serta berpedoman kepada
cara-cara menetapkan hukum-hukumyang telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat
dijadikan sumber hukum yang ketiga. Hasil ini berdasarkan dialog nabi Muhammad
SAW dengan sahabat yang bernama muadz bin jabal, ketika Muadz diutus ke negeri
Yaman. Nabi SAW, bertanya kepada Muadz,” bagaimana kamu akan menetapkan hukum
kalau dihadapkan pada satu masalah yang memerlukan penetapan hukum?”, muadz
menjawab, “Saya akan menetapkan hukumdengan Al Qur’an, Rasul bertanya lagi,
“Seandainya tidak ditemukan ketetapannya di dalam Al Qur’an?” Muadz menjawab,
“Saya akan tetapkan dengan Hadits”. Rasul bertanya lagi, “seandainya tidak
engkau temukan ketetapannya dalam Al Qur’an dan Hadits”, Muadz menjawab” saya
akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri” kemudian, Rasulullah SAW
menepuk-nepukkan bahu Muadz bi Jabal, tanda setuju. Kisah mengenai Muadz ini
menajdikan ijtihad sebagai dalil dalam menetapkan hukum Islam setelah Al Qur’an
dan hadits.
Untuk melakukan ijtihad (mujtahid) harus memenuhi bebrapa syarat berikut ini:
1. mengetahui isi Al Qur’an dan Hadits, terutama yang bersangkutan dengan hukum
2. memahami bahasa arab dengan segala kelengkapannya untuk menafsirkan Al Qur’an dan hadits
3. mengetahui soal-soal ijma
4. menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih yang luas.
Untuk melakukan ijtihad (mujtahid) harus memenuhi bebrapa syarat berikut ini:
1. mengetahui isi Al Qur’an dan Hadits, terutama yang bersangkutan dengan hukum
2. memahami bahasa arab dengan segala kelengkapannya untuk menafsirkan Al Qur’an dan hadits
3. mengetahui soal-soal ijma
4. menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih yang luas.
Islam menghargai ijtihad, meskipun hasilnya salah, selama
ijtihad itu dilakukan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Dalam
hubungan ini Rasulullah SAW bersabda:
اِذَا حَكَمَ الْحَاكِمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ اَصَابَ فَلَهُ اَجَرَانِ وَ اِذَا حَكَمَ وَاجْتَهَدَ ثُمَّ اَخْطَأَ فَلَهُ اَجْرٌ ( رواه البخارى و مسلم )
Artinya: “Apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala dan apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara ia melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya salah, maka ia memperoleh satu pahala.” (HR Bukhari dan Muslim)
اِذَا حَكَمَ الْحَاكِمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ اَصَابَ فَلَهُ اَجَرَانِ وَ اِذَا حَكَمَ وَاجْتَهَدَ ثُمَّ اَخْطَأَ فَلَهُ اَجْرٌ ( رواه البخارى و مسلم )
Artinya: “Apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala dan apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara ia melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya salah, maka ia memperoleh satu pahala.” (HR Bukhari dan Muslim)
Islam bukan saja membolehkan adanya perbedaan pendapat sebagai
hasil ijtihad, tetapi juga menegaskan bahwa adanya beda pendapat tersebut
justru akan membawa rahmat dan kelapangan bagi umat manusia. Dalam hal ini
Rasulullah SAW bersabda:
…اِخْتِلاَ فِ اُمَّتِيْ رَحْمَةٌ (رواه نصر المقدس)
Artinya: ”… Perbedaan pendapat di antara umatku akan membawa rahmat” (HR Nashr Al muqaddas)
…اِخْتِلاَ فِ اُمَّتِيْ رَحْمَةٌ (رواه نصر المقدس)
Artinya: ”… Perbedaan pendapat di antara umatku akan membawa rahmat” (HR Nashr Al muqaddas)
Dalam berijtihad seseorang dapat menmpuhnya dengan cara ijma’
dan qiyas. Ijma’ adalah kese[akatan dari seluruh imam mujtahid dan orang-orang
muslim pada suatu masa dari beberapa masa setelah wafat Rasulullah SAW.
Berpegang kepada hasil ijma’ diperbolehkan, bahkan menjadi keharusan. Dalilnya
dipahami dari firman Allah SWT: (lihat Al-Qur’an onlines di google)
Artinya: “Hai orang-oran yang beriman, taatilah Allah dan rasuknya dan ulil amri diantara kamu….” (QS An Nisa : 59)
Artinya: “Hai orang-oran yang beriman, taatilah Allah dan rasuknya dan ulil amri diantara kamu….” (QS An Nisa : 59)
Dalam ayat ini ada petunjuk untuk taat kepada orang yang
mempunyai kekuasaan dibidangnya, seperti pemimpin pemerintahan, termasuk imam
mujtahid. Dengan demikian, ijma’ ulam dapat menjadi salah satu sumber hukum
Islam. Contoh ijam’ ialah mengumpulkan tulisan wahyu yang berserakan, kemudian
membukukannya menjadi mushaf Al Qur’an, seperti sekarang ini
Qiyas (analogi) adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada hukumnya dengan kejadian lain yang sudah ada hukumnya karena antara keduanya terdapat persamaan illat atau sebab-sebabnya. Contohnya, mengharamkan minuman keras, seperti bir dan wiski. Haramnya minuman keras ini diqiyaskan dengan khamar yang disebut dalam Al Qur’an karena antara keduanya terdapat persamaan illat (alasan), yaitu sama-sama memabukkan. Jadi, walaupun bir tidak ada ketetapan hukmnya dalam Al Qur’an atau hadits tetap diharamkan karena mengandung persamaan dengan khamar yang ada hukumnya dalam Al Qur’an.
Sebelum mengambil keputusan dengan menggunakan qiyas maka ada baiknya mengetahui Rukun Qiyas, yaitu:
1. Dasar (dalil)
2. Masalah yang akan diqiyaskan
3. Hukum yang terdapat pada dalil
4. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan
Qiyas (analogi) adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada hukumnya dengan kejadian lain yang sudah ada hukumnya karena antara keduanya terdapat persamaan illat atau sebab-sebabnya. Contohnya, mengharamkan minuman keras, seperti bir dan wiski. Haramnya minuman keras ini diqiyaskan dengan khamar yang disebut dalam Al Qur’an karena antara keduanya terdapat persamaan illat (alasan), yaitu sama-sama memabukkan. Jadi, walaupun bir tidak ada ketetapan hukmnya dalam Al Qur’an atau hadits tetap diharamkan karena mengandung persamaan dengan khamar yang ada hukumnya dalam Al Qur’an.
Sebelum mengambil keputusan dengan menggunakan qiyas maka ada baiknya mengetahui Rukun Qiyas, yaitu:
1. Dasar (dalil)
2. Masalah yang akan diqiyaskan
3. Hukum yang terdapat pada dalil
4. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan
Bentuk Ijtihad yang lain
• Istihsan/Istislah, yaitu mentapkan hukum suatu perbuatan yang
tidak dijelaskan secara kongret dalam Al Qur’an dan hadits yang didasarkan atas
kepentingan umum atau kemashlahatan umum atau unutk kepentingan keadilan
• Istishab, yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan telah ditetapkan suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari hukum tersebut
• Istidlal, yaitu menetapkan suatu hukum perbuatan yang tidak disebutkan secara kongkret dalam Al Qur’an dan hadits dengan didasarkan karena telah menjadi adat istiadat atau kebiasaan masyarakat setempat. Termasuk dalam hal ini ialah hukum-hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam. Adat istiadat dan hukum agama sebelum Islam bisa diakui atau dibenarkan oleh Islam asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Al Qur’an dan hadits
• Maslahah mursalah, ialah maslahah yang sesuai dengan maksud syarak yang tidak diperoeh dari pengajaran dalil secara langsung dan jelas dari maslahah itu. Contohnya seperti mengharuskan seorang tukang mengganti atau membayar kerugian pada pemilik barang, karena kerusakan diluar kesepakatan yang telah ditetapkan.
• Al ‘Urf, ialah urursan yang disepakati oelh segolongan manusia dalam perkembangan hidupnya
• Zara’i, ialah pekerjaan-pekerjaan yang menjadi jalan untuk mencapai mashlahah atau untuk menghilangkan mudarat.
• Istishab, yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan telah ditetapkan suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari hukum tersebut
• Istidlal, yaitu menetapkan suatu hukum perbuatan yang tidak disebutkan secara kongkret dalam Al Qur’an dan hadits dengan didasarkan karena telah menjadi adat istiadat atau kebiasaan masyarakat setempat. Termasuk dalam hal ini ialah hukum-hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam. Adat istiadat dan hukum agama sebelum Islam bisa diakui atau dibenarkan oleh Islam asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Al Qur’an dan hadits
• Maslahah mursalah, ialah maslahah yang sesuai dengan maksud syarak yang tidak diperoeh dari pengajaran dalil secara langsung dan jelas dari maslahah itu. Contohnya seperti mengharuskan seorang tukang mengganti atau membayar kerugian pada pemilik barang, karena kerusakan diluar kesepakatan yang telah ditetapkan.
• Al ‘Urf, ialah urursan yang disepakati oelh segolongan manusia dalam perkembangan hidupnya
• Zara’i, ialah pekerjaan-pekerjaan yang menjadi jalan untuk mencapai mashlahah atau untuk menghilangkan mudarat.
D. Pembagian Hukum dalam Islam
Hukum dalam Islam ada lima yaitu:
a. Wajib, yaitu perintah yang harus dikerjakan. Jika perintah tersebut dipatuhi (dikerjakan), maka yang mebgerjakannya akan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan maka ia akan berdosa
b. Sunah, yaitu anjuran. Jika dikerjakan dapat pahala, jika tidak dikerjakan tidak berdosa
c. Haram, yaitu larangan keras. Kalau dikerjakan berdosa jika tidak dikerjakan atau ditinggalkan mendapat pahala, sebagaiman dijelaskan oleh nabi Muhammad SAW dalam sebuah haditsnya yang artinya:
Jauhilah segala yang haram niscaya kamu menjadi orang yang paling beribadah. Relalah dengan pembagian (rezeki) Allah kepadamu niscaya kamu menjadi orang paling kaya. Berperilakulah yang baik kepada tetanggamu niscaya kamu termasuk orang mukmin. Cintailah orang lain pada hal-hal yang kamu cintai bagi dirimu sendiri niscaya kamu tergolong muslim, dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa itu mematikan hati. (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
d. Makruh, yaitu larangan yang tidak keras. Kalau dilanggar tidak dihukum (tidak berdosa), dan jika ditinggalkan diberi pahala
e. Mubah, yaitu sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan. Kalau dikerjakan tidak berdosa, begitu juga kalau ditinggalkan.
a. Wajib, yaitu perintah yang harus dikerjakan. Jika perintah tersebut dipatuhi (dikerjakan), maka yang mebgerjakannya akan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan maka ia akan berdosa
b. Sunah, yaitu anjuran. Jika dikerjakan dapat pahala, jika tidak dikerjakan tidak berdosa
c. Haram, yaitu larangan keras. Kalau dikerjakan berdosa jika tidak dikerjakan atau ditinggalkan mendapat pahala, sebagaiman dijelaskan oleh nabi Muhammad SAW dalam sebuah haditsnya yang artinya:
Jauhilah segala yang haram niscaya kamu menjadi orang yang paling beribadah. Relalah dengan pembagian (rezeki) Allah kepadamu niscaya kamu menjadi orang paling kaya. Berperilakulah yang baik kepada tetanggamu niscaya kamu termasuk orang mukmin. Cintailah orang lain pada hal-hal yang kamu cintai bagi dirimu sendiri niscaya kamu tergolong muslim, dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa itu mematikan hati. (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
d. Makruh, yaitu larangan yang tidak keras. Kalau dilanggar tidak dihukum (tidak berdosa), dan jika ditinggalkan diberi pahala
e. Mubah, yaitu sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan. Kalau dikerjakan tidak berdosa, begitu juga kalau ditinggalkan.
Dalil fiqih adalah Al Qur’an, hadits, ijma’ mujtahidin dan
qiyas. Sebagian ulama menambahkan yaitu istihsan, istidlal, ‘urf dan istishab.
Hukum-hukum itu ditinjau dari pengambilannya terdiri atas empat
macam.
1. Hukum yang diambil dari nash yang tegas, yakni adanya dan maksudnya menunjukkan kepada hukum itu
Hukum seperti ini tetap, tidak berubah dan wajib dijalankan oleh seluruh kaum muslim, tidak seorangpun berhak membantahnya. Seperti wajib shalat lima waktu, zakat, puasa, haji dan syarat syah jual beli dengan rela. Imam syafi’ie berpendapat apabila ada ketentuan hukum dari Allah SWT, pada suatu kejadian, setiap muslim wajib mengikutinya.
2. Hukum yang diambil dari nash yang tidak yakin maksudnya terhadap hukum-hukum itu.
Dalam hal seperti ini terbukalah jalan mujtahid untuk berijtihad dalam batas memahami nas itu. Para mujtahid boleh mewujudkan hukum atau menguatkan salah satu hukum dengan ijtihadnya. Umpamanya boleh atau tidakkah khiar majelis bagi dua orang yang berjual beli, dalam memahami hadits:
اَلْبَيْعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقاً
Dua orang yang jual beli boleh memilih antara meneruskan jual beli atau tidak selama keduanya belum berpisah
Kata “berpisah” yang dimaksud dalam hadits ini mungkin berpisah badan atau pembicaraan, mungkin pula ijab dan kabul. Sperti wajib menyapu semua kepala atau sebagian saja ketika wudhu’, dalam memahami ayat:
1. Hukum yang diambil dari nash yang tegas, yakni adanya dan maksudnya menunjukkan kepada hukum itu
Hukum seperti ini tetap, tidak berubah dan wajib dijalankan oleh seluruh kaum muslim, tidak seorangpun berhak membantahnya. Seperti wajib shalat lima waktu, zakat, puasa, haji dan syarat syah jual beli dengan rela. Imam syafi’ie berpendapat apabila ada ketentuan hukum dari Allah SWT, pada suatu kejadian, setiap muslim wajib mengikutinya.
2. Hukum yang diambil dari nash yang tidak yakin maksudnya terhadap hukum-hukum itu.
Dalam hal seperti ini terbukalah jalan mujtahid untuk berijtihad dalam batas memahami nas itu. Para mujtahid boleh mewujudkan hukum atau menguatkan salah satu hukum dengan ijtihadnya. Umpamanya boleh atau tidakkah khiar majelis bagi dua orang yang berjual beli, dalam memahami hadits:
اَلْبَيْعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقاً
Dua orang yang jual beli boleh memilih antara meneruskan jual beli atau tidak selama keduanya belum berpisah
Kata “berpisah” yang dimaksud dalam hadits ini mungkin berpisah badan atau pembicaraan, mungkin pula ijab dan kabul. Sperti wajib menyapu semua kepala atau sebagian saja ketika wudhu’, dalam memahami ayat:
Artinya: “Dan sapulah kepalamu” (QS Al Maidah : 6)
Juga dalam memahami hadits tidak halal binatang yang disembelih karena semata-mata tidak membaca basmalah.
مَا اَنْهَرَ الدَّ مَ وَ ذُ كِرَ اِسْمَ اللهِ عَلَيْهِ
Alat apapun yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan padanya nama Allah.
3. Hukum yang tidak ada nas, baik secara qa’i (pasti) maupun zanni (dugaan), tetapi pada suatu masa telah sepakat (ijma’) mujtahidin atas hukum-hukumnya
Seperti bagian kakek seperenam, dan batalnya perkawinan seorang muslimah dengan laki-laki non muslim. Di sini tidak ada jalan untuk ijtihad, bahkan setiap muslim wajib mengakui untuk menjalankannya. Karena hukum yang telah disepakati oleh mujtahdidin itu adalah hukum untuk seluruh umat, dan umat itu menurut Rasulullah SAW tidak akan sepakat atas sesuatu yang sesat. Mujtahidin merupakan ulil amri dalam mempertimbangkan, sedangkan Allah SWT menyuruh hambanya menaati ulil amri. Sungguhpun begitu, kita wajib betul-betul mengetahui bahwa pada huku itu telah terjadi ijma’ (sepakat) ulama mujtahidin. Bukan hanya semata-mata hanyan didasarkan pada sangkaan yang tidak berdasarkan penelitian.
4. Hukum yang tidak ada dari nas, baik qat’i ataupun zanni, dan tidak pula ada kesepakatan mujtahidin atas hukum itu.
Seperti yang banyak terdapat dalam kitab-kitab fiqih mazhab. Hukum seperti ini adalah hasil pendapat seorang mujtahid. Pendapat menurut cara yang sesuai denngan akal pikirannya dan keadaan lingkungannya masing-masing diwaktu terjadinya peristiwa itu. Hukum-hukum seperti itu tidak tetap, mungkin berubah dengan berubahnya keadaan atau tinjauannya masing-masing. Maka mujtahid dimasa kini atau sesduahnya berhak membantah serta menetapkan hukum yang lain. Sebagaimana mujtahid pertama telah memberi (menetapkan) hukum itu sebelumnya. Ia pun dapat pula mengubah hukum itu dengan pendapatnya yang berbeda dengan tinjauan yang lain, setelah diselidiki dan diteliti kembali pada pokok-pokok pertimbangannya. Hasil ijtihad seperti ini tidak wajib dijalankan oleh seluruh muslim. Hanya wajib bagi mujtahid itu sendiri dan bagi orang-orang yang meminta fatwa kepadanya, selama pendapat itu belum diubahnya.
Juga dalam memahami hadits tidak halal binatang yang disembelih karena semata-mata tidak membaca basmalah.
مَا اَنْهَرَ الدَّ مَ وَ ذُ كِرَ اِسْمَ اللهِ عَلَيْهِ
Alat apapun yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan padanya nama Allah.
3. Hukum yang tidak ada nas, baik secara qa’i (pasti) maupun zanni (dugaan), tetapi pada suatu masa telah sepakat (ijma’) mujtahidin atas hukum-hukumnya
Seperti bagian kakek seperenam, dan batalnya perkawinan seorang muslimah dengan laki-laki non muslim. Di sini tidak ada jalan untuk ijtihad, bahkan setiap muslim wajib mengakui untuk menjalankannya. Karena hukum yang telah disepakati oleh mujtahdidin itu adalah hukum untuk seluruh umat, dan umat itu menurut Rasulullah SAW tidak akan sepakat atas sesuatu yang sesat. Mujtahidin merupakan ulil amri dalam mempertimbangkan, sedangkan Allah SWT menyuruh hambanya menaati ulil amri. Sungguhpun begitu, kita wajib betul-betul mengetahui bahwa pada huku itu telah terjadi ijma’ (sepakat) ulama mujtahidin. Bukan hanya semata-mata hanyan didasarkan pada sangkaan yang tidak berdasarkan penelitian.
4. Hukum yang tidak ada dari nas, baik qat’i ataupun zanni, dan tidak pula ada kesepakatan mujtahidin atas hukum itu.
Seperti yang banyak terdapat dalam kitab-kitab fiqih mazhab. Hukum seperti ini adalah hasil pendapat seorang mujtahid. Pendapat menurut cara yang sesuai denngan akal pikirannya dan keadaan lingkungannya masing-masing diwaktu terjadinya peristiwa itu. Hukum-hukum seperti itu tidak tetap, mungkin berubah dengan berubahnya keadaan atau tinjauannya masing-masing. Maka mujtahid dimasa kini atau sesduahnya berhak membantah serta menetapkan hukum yang lain. Sebagaimana mujtahid pertama telah memberi (menetapkan) hukum itu sebelumnya. Ia pun dapat pula mengubah hukum itu dengan pendapatnya yang berbeda dengan tinjauan yang lain, setelah diselidiki dan diteliti kembali pada pokok-pokok pertimbangannya. Hasil ijtihad seperti ini tidak wajib dijalankan oleh seluruh muslim. Hanya wajib bagi mujtahid itu sendiri dan bagi orang-orang yang meminta fatwa kepadanya, selama pendapat itu belum diubahnya.
BAB VII
DEMOKRASI
DEMOKRASI
1.
PERINTAH MUSYAWARAH
Bacalah
ayat-ayat dibawah ini dengan tartil perhatikan tajwid dan kefasihanmu lakukan
selama 5 - 10 menit sebelum memulai pelajaran agama islam.
a.
Surat
Ali Imran 159 tentang perintah musyawarah.
فَبِمَا رَحْمَةٍ
مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا
مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُتَوَكِّلِينَ (١٥٩)
Artinya
: ”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Ayat
diatas menjelaskan bahwa dengan adanya rahmat Allah swt, Nabi Muhamad saw,
berlaku lemah lembut, tidak bersikap dan berperilaku keras dan kasar. Selain
itu dalam pergaulan beliau senantiasa memberi maaf terhadap orang yang berbuat
salah serta memohonkan ampun kepada Allah terhadap kesalahan-kesalahan orang
yang menyalahi beliau. Rasulullah juga senantiasa bermusyarawarah dengan para
sahabatnya tentang hal-hal yang perlu dimusyawarahkan.Keluhuran budi Rasulullah
inilah yang menarik simpati orang lain, tidak hanya kawan bahkan lawanpun
menjadi tertarik sehingga mau masuk islam.
Penekanan isi ayat ini adalah perintah musyawarah tidak
hanya untuk nabi saja tetapi juga untuk semua orang.
Musyawarah
berasal dari kata ”syawara” secara bahasa artinya adalah mengeluarkan madu dari
sarang lebah. Sedangkan arti menurut istilah ialah : perundingan antar pribadi
atau golongan mengenai suatu masalah atau beberapa masalah, dengan maksud untuk
mengambil keputusan atau kesepakatan bersama.
Dalam
bermusyawarah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip berikut
:
a. Musyawarah dilandasi dengan hati yang
bersih
b. Bermusyawarah dalam hal-hal yang baik atau
tidak mengarah kepada perbuatan dosa dan kejahatan.
c. Bersikap dan berperilaku yang baik misalnya
: saling menghargai dan menghormati, berkata yang sopan, tidak memaksakan
kehendak dan lain-lain.
d. Berlapang dada, bersedia memberi maaf dan
meminta maaf apabila ada kesalahan.
e. Terhadap hasil yang sudah disepakati kita
laksanakan bersama dan kita pasrah atau bertawakkal kepada Allah swt.
b.
Surat
Asy Syuura 38 tentang pentingnya musyawarah.
وَالَّذِينَ
اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (٣٨)
Artinya
: ”Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara
mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada
mereka.”
QS.
Asy Syura 38 diatas menjelaskan sifat-sifat orang yang beriman yang
akan memasuki surga Yaitu :
a. Senantiasa melaksanakan perintah Allah swt,
dan meninggalkan larangannya.
b. Disiplin dalam mengerjakan sholat.
c. Selalu bermusyawarah dalam hal-hal yang
perlu dimusyawarahkan.
d. Menafkahkan sebagian rizki yang telah
dikaruniakan oleh Allah swt. Untuk hal-hal yang diridloiNya.
Musyawarah termasuk salah satu sifat orang yang beriman,
hal ini perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim terutama
dalam hal-hal yang memang perlu dimusyawarahkan, misalnya : Hal yang sangat
penting, sesuatu yang ada hubungannya dengan orang banyak / masyarakat,
pengambilan keputusan dan lain-lain.
Dalam
kehidupan bermasyarakat musyawarah sangat penting karena :
a. Permasalahan yang sulit menjadi mudah
karena dipecahkan oleh orang banyak lebih-lebih kalau yang membahas
orang yang ahli.
b. Akan terjadi kesepahaman dalam bertindak.
c. Menghindari prasangka yang negatif,
terutama masalah yang ada hubungannya dengan orang banyak
d. Melatih diri menerima saran dan kritik dari
orang lain
e. Berlatih menghargai pendapat orang lain.
D.
RANGKUMAN MATERI
a. Surah
Ali Imran ayat 159 menjelaskan tentang adanya rahmat Allah swt, yangdiberikan kepada Nabi Muhammad saw,
sehingga beliau senatiasa berakhlak mulia, berhati lembut, penuh kasih sayang,
bersifat dan berperilaku baik yang diridloi Allah swt, selain itu rasulullah
juga suka memberi maaf, memohonkan ampun kepada Allah swt, bermusyawarah dalam
hal-hal yang perlu dimusyawarahkan dan selalu bertawakkal kepada Allah swt.
Akhlak mulia seperti inilah yang perlu kita teladani dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Surah Asy Syura 38 menjelaskan tentang
sifat-sifat orang yang beriman diantaranya : Bertaqwa, disiplin sholat
lima waktu, suka bermusyawarah dan menafkahkan hartanya dijalan Allah.
terima kasih, sangat bantu
BalasHapusTerimakasih
BalasHapusMtrswn, sdh sngt mmbantu skli
BalasHapus